BI awasi perbankan agar tak terlalu agresif salurkan kredit





Guna memperlambat pertumbuhan kredit perbankan agar selaras dengan kondisi perekonomian saat ini yang tengah melambat, baik dalam negeri maupun global, Bank Indonesia (BI) melakukan tindakan pengawasan (supervisory action) kepada perbankan nasional.
Deputi Gubernur BI, Halim Alamsyah, mengatakan tindakan pengawasan tersebut tidak dapat dituangkan dalam satu aturan tertentu mengingat tindakan pengawasan dilakukan secara rinci dan merata, baik bank berskala besar hingga kecil.
"Karena itu pendekatannya beda-beda setiap bank. Kami juga pantau kalau ada bank-bank yang gak seimbang strategi pendanaan dan strategi ekspansinya," tutur Halim di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (13/9).
Langkah pengawasan tersebut dilakukan BI guna menjaga pertumbuhan sektor perbankan tetap stabil dan berkesinambungan di tengah kondisi perekonomian yang sedang bergejolak.
"Kami ingin melakukan pencegahan saja, supaya saat dia (bank) ekspansi nanti terlalu tinggi, sementara fundingnya (pendanaan) ke depan misalnya dia gak terlalu mementingkan teori funding yang sehat, itu nanti merugikan dia (bank) juga," jelas Halim.
Dalam supervisory action tersebut, BI akan melihat berbagai indikator, salah satunya adalah rasio kredit terhadap pendanaan (loan to deposit ratio/LDR), agar bank tidak terlalu agresif dalam menyalurkan kredit.
"Tidak hanya LDR indikator buat kami, banyak indikator-indikator yang bisa berikan gambaran, apakah bank ini strateginya sudah seimbang atau belum, balance, mementingkan kepentingan bank-nya, juga mementingkan kepentingan ekonomi, sekaligus mementingkan supaya dia tidak jor-joran," tutup Halim.


BI sebut perbankan masih ragu beri kredit untuk UKM



Bank Indonesia melihat masih ada keragu-raguan perbankan nasional dalam memberi pembiayaan atau kredit ke sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Direktur Eksekutif Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM BI Eni Vimaladewi Panggabean mengatakan, pertumbuhan kredit perbankan ke sektor UMKM masih di bawah pertumbuhan kredit bank secara umum.
"Perbankan agak sedikit ragu, tapi lihat-lihat dulu siapa yang dihadapi. Keraguan terutama karena risiko. Terutama risiko di bidang produksi, pertanian, musim, penyakit sapi," ungkap Eni di Gedung Bank Indonesia, Jumat (13/9).
Ini menjadi salah satu alasan pertumbuhan kredit ke sektor UMKM masih di bawah pertumbuhan kredit perbankan.
"Perkembangan tetap ada, tapi percepatan pertumbuhan kredit UMKM tidak sebesar pertumbuhan kredit. Bulan ini 18-19 persen, tidak secepat kredit biasa (yang mencapai) 20 persen ke atas. Akselerasinya kurang," tutur Eni.
Tidak sebandingnya pertumbuhan kredit ke sektor UMKM dengan ke sektor kredit lain, disinyalir akibat perbankan belum mencantumkan secara jelas rencana bisnis ke sektor UMKM. "Kalau sekarang sampai 2014 belum, masih transisi," ujar Eni.
BI sendiri mengakui bahwa sektor UMKM butuh pembinaan agar terus berkembang dan maju. Karena itu BI mengajak perbankan untuk gencar mengembangkan edukasi ke sektor UMKM.
"BI sudah lakukan edukasi, perbankan juga edukasi, semua pihak harusnya terlibat. Kita punya upaya peningkatan akses keuangan," jelas Eni.
Upaya edukasi ini guna mendorong realisasi aturan BI yang menetapkan rasio kredit ke sektor UMKM mencapai 20 persen secara bertahap di tahun 2018 mendatang. Selain itu, agar rasio kredit bermasalah di sektor UMKM semakin kecil.
"(Upaya BI) Melalui pelatihan, kluster, SE untuk petunjuk teknis, bank harus 20 persen 2018. (NPL) Sebagian cukup oke, kita melihat ke arah KUR, setahu saya UMKM masih relatif lebih tinggi 3 persenan. Tapi masih bagus ketahanannya. Harusnya didukung," tutup Eni.


Per Juli, kredit sektor UMKM berbasis impor merosot tajam


Bank Indonesia (BI) mendapati pertumbuhan kredit ke sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) per Juli 2013 melambat dibanding periode yang sama tahun lalu. Menurut data BI, pertumbuhan kredit UMKM per Juli 2013 hanya sebesar 16,7 persen atau melambat dibanding 2012 yang mencapai angka 20,5 persen.
Dalam situs resmi BI, outstanding (total) kucuran kredit perbankan ke sektor UMKM per Juli 2013 sebesar Rp 583,59 triliun, tumbuh 16,7 persen dari 2012 yang sebesar Rp 505,41 triliun. Sedangkan pada 2011, total kucuran kredit ke sektor UMKM sebesar Rp 419,42 triliun.
Dari data tersebut, tercatat bahwa sektor usaha mikro mengalami perlambatan pertumbuhan yang sangat drastis dari 22,3 persen di 2012 melambat menjadi 7,86 persen pada Juli 2013.
Sektor usaha menengah melambat dari 32,33 persen pada 2012 menjadi 23,41 persen pada Juli 2013. Sedangkan untuk sektor usaha kecil, BI masih mencatat pertumbuhan dari 5,58 persen di 2012 menjadi 8,89 persen pada Juli 2013.
Direktur Commercial & Business Banking Bank Mandiri Sunarso mengakui bahwa pertumbuhan kredit ke sektor UMKM melambat mengiringi perlambatan pertumbuhan ekonomi. "Hal ini menunjukkan bahwa tanda-tanda melambat sudah ada. Tetap tumbuh, tapi pruden," tutur Sunarso di Jakarta, Rabu (18/9).
Menurut Sunarso, sektor UMKM yang terkena dampak paling besar adalah yang memiliki kandungan impor tinggi. "Pebisnis sudah menggunakan rasionalnya. (Yang terkena dampak) Yang basisnya impor itu yang berat. Tapi ingat ekonomi kita tumbuh sangat domestik," ucap Sunarso.
Kendati demikian, Sunarso tetap optimis pertumbuhan kredit ke sektor UMKM masih bisa bertumbuh di kisaran 20 persen. "Mudah-mudahan sampai akhir tahun bisa tumbuh 19-20 persen. Sejak Mei kita sudah prediksi (perlambatan), karena waktu itu ada rencana kenaikan BBM. Sekarang outstanding Rp 429 triliun," tutup Sunarso.